Return to PROFIL

LHKPN-LHKASN DINDIKBUD

LAPORAN HARTA KEKAYAAN PEJABAT NEGARA (LHKPN) DAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN APARATUR SIPIL NEGARA (LHKASN)

PERATURAN MENGENAI LHKPN

Kewajiban Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;
  2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; dan
  3. Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

 

SEJARAH SINGKAT LHKPN

Sebelum dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penanganan pelaporan kewajiban LHKPN dilaksanakan oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Namun setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka KPKPN dibubarkan dan menjadi bagian dari bidang pencegahan KPK.

KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA TERKAIT LHKPN

Berdasarkan ketentuan di atas, maka Penyelenggara Negara berkewajiban untuk:

  1. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat;
  2. Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension.
  3. Mengumumkan harta kekayaannya.

 

RUANG LINGKUP PENYELENGGARA NEGARA
Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

  1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
  2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
  3. Menteri;
  4. Gubernur;
  5. Hakim;
  6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:
  8. Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
  9. Pimpinan Bank Indonesia;
  10. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
  11. Pejabat Eselon I dann pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  12. Jaksa;
  13. Penyidik;
  14. Panitera Pengadilan; dan
  15. Pemimpin dan Bendaharawa Proyek (usul: sebaiknya dihapuskan)

 

JABATAN LAINNYA YANG JUGA DIWAJIBKAN UNTUK MENYAMPAIKAN LHKPN
Dalam rangka untuk menjaga semangat pemberantasan korupsi, maka Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan intruksi tersebut, maka Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara NegaraTentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) (link);, yang juga mewajibkan jabatan-jabatan di bawah ini untuk menyampaikan LHKPN yaitu:

  1. Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara;
  2. Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan;
  3. Pemeriksa Bea dan Cukai;
  4. Pemeriksa Pajak;
  5. Auditor;
  6. Pejabat yang mengeluarkan perijinan;
  7. Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan
  8. Pejabat pembuat regulasi

Masih untuk mendukung pemberantasan korupsi, MenPAN kemudian menerbitkan kembali Surat Edaran Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005 (link) dengan perihal yang sama. Berdasarkan SE ini, masing-masing Pimpinan Instansi diminta untuk mengeluarkan Surat Keputusan tentang penetapan jabatan-jabatan yang rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lingkungan masing-masing instansi yang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK.

Selain itu, dalam rangka untuk menjalankan perintah undang-undang serta untuk menguji integritas dan tranparansi, maka Kandidat atau Calon Penyelenggara tertentu juga diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, yaitu antara lain Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah.

KELALAIAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN LHKPN
Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, maka berdasarkan Pasal 20 undang-undang yang sama akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

PERATURAN MENGENAI LHKASN

Mulai tahun 2015 pemerintah telah mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan pengisian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). Kebijakan ini diambil sebagai langkah pencegahan dini terhadap terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme; pencegahan penyalahgunaan wewenang; bentuk transparansi ASN; dan penguatan integritas aparatur.

Kebijakan LHKASN tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). 5 (lima) muatan pokok dari surat edaran tersebut adalah sebagai berikut

  • Menetapkan pejabat wajib lapor LHKPN.
  • Menetapkan wajib lapor bagi seluruh pegawai ASN yang tidak wajib LHKPN untuk menyampaikan LHKASN.
  • Menggunakan formulir LHKASN yang telah ditetapkan dalam surat edaran ini.
  • Menugaskan APIP untuk mengelola LHKASN.Peninjauan kembali jabatan dan sanksi jika tidak memenuhi ketentuan ini.
  • Sanksi bagi pegawai di Lingkungan APIP yang menyalahi kewenangan.

Sebelumnya pemerintah juga pernah mengeluarkan Surat Edaran No. SE/03/M.PAN/01/2005 dan SE/05/M.PAN/04/2006 tentang LHKPN. Namun apa perbedaan dari LHKASN dan LHKPN? Tabel di bawah ini menunjukan perbedaan dari LHKASN dan LHKPN.

Untuk itu dapat diartikan Laporan Harta Kekayaan Apratur Sipil Negara merupakan dokumen penyampaian daftar harta kekayaan ASN yang dimiliki dan dikuasai sebagai bentuk transparansi Aparatur Sipil Negara dan dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Dokumen LHKASN berisi data pribadi dan keluarga; harta kekayaan; penghasilan; pengeluaran; dan surat pernyataan. Detail isi detail dokumen kekayaan adalah seperti di bawah ini.

Sedangkan waktu untuk penyampaian laporan kekayaan ASN kepada Pimpinan organisasi melalui Aparatur Pengawas Instansi Pemerintah (APIP) adalah 3 bulan setelah kebijakan ditetapkan, 1 bulan setelah diangkat dalam jabatan dan 1 bulan setelah berhenti dari jabatan.

Tugas APIP sendiri dalam pengelolaan laporan harta kekayaan ASN adalah untuk :

  • Memonitor kepatuhan pelaporan harta kekayaan;
  • Berkoordinasi dengan unit koordinator LHKASN;
  • Melakukan verifikasi atas kewajaran laporan kekayaan;
  • Melakukan klarifikasi kepada wajib lapor yang mengindikasikan adanya ketidakwajaran;
  • Melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terkait mengindikasikan adanya ketidakwajaran;
  • Menyampaikan laporan pada setiap akhir tahun atas pelaksanaan edaran ini kepada Pimpinan Instansi dan ditembuskan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

 

Semoga bermanfaat – Terimakasih